Artikel Berbobot
Gerobak Cinta Jember ?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Program Gerobak Cinta di Jember ini sepertinya mulai "Manis" di wacana ekonomi kerakyatan, tetapi di balik simbol citra cinta pemerintah, terdapat banyak celah serius yang tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja.
Pertama, lonjakan anggaran sangat mencolok dan tak wajar. Awalnya anggarannya hanya Rp 161 juta, tapi kemudian melejit menjadi Rp 12,6 miliar. Ini bukan sekadar overspend kecil, ini lonjakan ratusan kali lipat. Apa dasar kebutuhan anggaran sebesar itu? Apakah benar murni untuk PKL dan pedagang mlijo yang layak, atau ada kalkulasi politik di baliknya? Kecurigaan makin masuk akal karena ide program datang dari istri Bupati, Ghyta Eka Puspita.
Kedua, soal transparansi: Kepala Diskop UMKM, Sartini, secara blak-blakan menolak membuka data penerima bantuan gerobak, dan alasannya adalah "Menunggu petunjuk pimpinan." Kenapa data penerima yang notabene warga Jember dan menggunakan uang APBD jadi "rahasia"? Komisi B DPRD bahkan heran kenapa data bisa berubah-ubah dari 2.800 jadi 1.200, lalu kembali jadi 2.800. Ini menunjukkan perencanaan dan verifikasi data sangat goyah.
Ketiga, pelaksanaan program ini dipertanyakan dari segi teknis. Menurut Komisi B DPRD, Diskop tampak kurang matang dalam perencanaan. Profiler perusahaan pemenang tender pun jadi sorotan: PT Bumi Syariah Utama (BSU) disebut tidak punya workshop sendiri, hanya mengandalkan bengkel las mitra di tiga lokasi. Bagaimana bisa memproduksi ribuan gerobak dalam waktu singkat kalau kapasitas produksinya diragukan? Ini rawan mark-up atau bahkan kolusi.
Keempat, proses verifikasi penerima juga dipertanyakan. Dari target awal 2.800 penerima, yang dianggap valid hanya 1.282 orang menurut data DTSEN (Data Tunggal Sensus Ekonomi Nasional) yang disesuaikan.
Itu artinya hampir setengah calon penerima asalnya disisihkan lalu bagaimana perhitungan anggaran dibuat? Apakah dana disiapkan untuk 2.800 gerobak atau hanya sesuai penerima valid? Kalau tak terserap, bisa jadi jadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA).
Intinya, program ini sangat rentan dicurigai sebagai proyek politis, bukan murni program sosial. Ada potensi ketidakadilan distribusi, mark-up anggaran, dan minimnya akuntabilitas. Pemerintah harus benar-benar buka data, memperjelas dasar anggaran, dan pertanggungjawaban publik wajib dilakukan sebelum "Gerobak Cinta" jadi gerobak kontroversi.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar